Skip to main content

ASAL USUL ROHINGYA DI MYANMAR


ETNIS Rohingya belakangan ini ramai menjadi pembicaraan di Indonesia karena mereka dalam jumlah besar menjadi pengungsi yang terkatung-katung di laut karena ditolak di Malaysia, Thailand sebelum akhirnya nasib mereka diselamatkan oleh nelayan Aceh. Sebenarnya siapakah Rohingya dan bagaimana sejarahnya?
Fakta-fakta sejarah mengenai warga etnis Rohingya yang tinggal di Negara Bagian Arakan, Myanmar, cukup bervariasi. Banyak pula perbedaan-perbedaan dan klaim yang diutarakan para sejarawan dalam mendeskripsikan asal-usul bangsa Rohingya.
Seorang sejarawan seperti Khalilur Rahman mengatakan, kata “Rohingya” berasal dari bahasa Arab yaitu “Rahma” yang berarti pengampunan. Sejarawan itu menelusuri pula peristiwa kecelakaan kapal pada abad ke-8, tepatnya pada saat kapal Arab terdampar di Pulau Ramree (perbatasan Myanmar dan Bangladesh).
Pada saat itu, para pedagang keturunan Arab itu terancam hukuman mati oleh Raja Arakan. Mereka memberontak dan berteriak “Rahma.” Penduduk Arakan kesulitan untuk menyebut Kata “Rahma” mereka justru menyebut “Raham” (kasihanilah kami) dari “Raham” kata itu berubah menjadi “Rohang” dan akhirnya menjadi “Rohingya.”
Namun sejarah itu ditepis oleh mantan Presiden dan Sekretaris Konferensi Muslim Arakan, Jahiruddin Ahmed dan Nazir Ahmed. Ahmed mengklaim, kapal yang terdampar di Ramree adalah kapal milik warga Muslim Thambu Kya, yang tinggal di pesisir pantai Arakan. Merekalah warga Rohingya yang sebenarnya, dan mereka merupakan keturunan warga Afghanistan yang tinggal di Ruha.
Sejarahwan lain, MA Chowdhury memiliki pendapat lain mengenai asal usul Rohingya. Chowdhury yakin ada populasi Muslim yang bernama “Mrohaung” di antara warga Myanmar. Warga “Mrohaung” ini berasal dari Kerajaan Kuno Arakan dan nama “Mrohaung” diubah menjadi “Rohang.”
Sedangkan sejarawan Myanmar, Khin Maung Saw menjelaskan, warga Rohingya tidak pernah muncul dalam sejarah Myanmar, sebelum tahun 1950. Sejarawan Myanmar lainnya juga yakin, tidak ada kata “Rohingya” dalam sensus penduduk 1824 yang dilakukan oleh Kolonial Inggris.
Klaim baru pun muncul dari Universitas Kanda yang menyebutkan bahwa warga Rohingya merupakan keturunan dari bangsa Benggala yang bermigrasi ke Burma pada dekade 1950an. Mereka melarikan diri di era kolonialisme.
Bersamaan dengan itu, Dr. Jacques P mengatakan bahwa penggunaan kata “Rooinga” sudah ada pada abad ke-18, dan kata itu dipublikasikan oleh seorang warga Inggris.
Berdasarkan penelusuran sejarah, peradaban Muslim di Arakan sudah ada pada abad ke-8, tepatnya di saat pedagang Arab tiba di Asia. Mereka bermukim di Kota Mrauk-U dan Kyauktaw, wilayah itu saat ini dipenuhi oleh etnis Rohingya.
Tepat pada 1785, Burma menguasai Arakan dan sekira 35 ribu warga Arakan kabur ke wilayah Chittagong yang dikuasai Inggris. Mereka menyelamatkan diri dari penindasan Burma (kini Myanmar) dan meminta perlindungan terhadap Inggris.
Di bawah perlindungan Inggris, warga Arakan diminta untuk membantu Inggris dalam bidang pertanian. Mereka diminta untuk bermigrasi ke sebuah lembah di Arakan dan bercocok tanam. Perusahaan Hindia Timur Britania meluaskan kontrol administrasi Benggala di Arakan.
Pada abad ke-19, ribuan warga Benggala di Chittagong bermukim di Arakan untuk mencari pekerjaan. Sementara itu, beberapa etnis Arakan juga tinggal di Benggala. Populasi warga Muslim Arakan semakin meningkat dan hal itu dibuktikan lewat sensus Inggris 1891.

Popular posts from this blog

MANTAN KOMANDAN POM - GAM MENINGGAL

Ketua Komite Mahasiswa Pemuda Aceh (KMPA) Kota Lhokseumawe, Nailul Munar, yang mengunjungi rumah duka kepada sejumlah  wartawan mengatakan, jenazah baru saja tiba di rumah duka dari rumah sakit PMI. Sejumlah warga, katanya, sudah mulai berdatangan ke kediamannya yang berada di Gampong Hagu Teungoh, Kecamatan Banda Sakti. Hal senada juga disampaikan Abdul Aziz, tokoh mahasiswa Lhokseumawe, menurutnya, informasi tersebut membuat sejumlah masyarakat terkejut karena baru-baru ini almarhum sempat duduk minum kopi bersamanya. Mahdi Ibrahim yang dikenal dengan panggilan Mahdi POM, juga merupakan Ketua Organisasi Armada Angkutan Darat (Organda) Kota Lhokseumawe, Mahdi meninggal dunia pada usia 50 tahun. Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Rajiun , Selamat Jalan Mahdi Ibrahim, semoga Allah menempatkan ditempat yang layak. [del]

Martti Ahtisaari: Saya Tidak Punya Urusan Lagi Dengan MoU Helsinki

 

aceh menurut Sejarawan Asal Bangladesh

Prof. Muhammad Abdul Karim Sedang Menjelaskan Kepada Reporter di Hotel Lido Graha Lhokseumawe. PENAMPILANNYA sangat sederhana. Ia murah senyum dan ramah. Begitulah sosok Sejarawan Islam, Muhammad Abdul Karim (58 tahun). Lahir dan dibesarkan di Pakistan Timur (kini Bangladesh), ia hijrah ke Indonesia pada tahun 1979. Tujuh belas tahun kemudian, ia resmi berstatus Warga Negara Indonesia atau WNI. Setelah meraih gelar Doktor (S3) dalam bidang Sejarah Islam di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2003, Muhammad Abdul Karim lantas menjadi Guru Besar Tetap Sejarah dan Peradaban Islam Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga sejak 2008. Sejak 2005 sampai sekarang, Muhammad Abdul Karim juga sebagai anggota Dewan Pakar Pusat Studi Islam Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Tulisannya telah menghiasi berbagai jurnal dan media baik nasional maupun internasional. Ia menjadi narasumber di berbagai seminar lokal, nasional dan internasional. Profes